Minggu, 15 November 2009

Sumarno, Perajin Alat Panah Atlet PON

Sumarno Handoyo Wiratno (69) berulang kali mengincar dan menimang alat panah setengah jadi di tangannya. Sesekali mata kanannya dipicingkan untuk melihat lurus tidaknya busur panah. Dibantu panas lampu minyak, tangan terampilnya meluruskan bagian anak panah yang bengkok.
Hasil yang sempurna, anak panah yang lurus dengan ketebalan yang pas merupakan tujuan akhir dari proses pembuatan anak panah ini.
”Butuh ketelitian dan konsentrasi yang tinggi, Mas,” jelas Sumarno mengomentari pekerjaannya membuat anak panah dan busur panah. Sumarno menambahkan bahwa ketepatan pemanah dalam membidik sasaran salah satunya ditentukan kualitas alat panah yang dibuatnya.
Sumarno dibantu Daryanto, Joko Iriyanto, dan Mardiyono membuat perlengkapan panah ini di rumahnya, Kampung Dawung Wetan RT 02 RW 11, Kelurahan Danukusuman, Solo, Jawa Tengah. Meski terkesan sempit, karena penuh dengan mesin dan peralatan kerja, dari ruangan seluas 8 x 3 meter persegi itu telah lahir perlengkapan memanah yang dipakai atlet panahan di Indonesia.
Untuk membuat satu set alat panah dengan kualitas tinggi dibutuhkan waktu sekitar satu pekan. Selain pemilihan bahan baku yang tepat, ketelitian dan kecermatan juga menjadi kunci alat panah yang sempurna. Bambu untuk sayap panah berasal dari bambu petung yang tebal, panjang, berusia lebih dari lima tahun, dan tumbuh di daerah tandus. ”Kalau bambu yang tumbuh di daerah banyak air kualitasnya jelek, bambunya lembek dan mudah melengkung,” jelas Sumarno yang masih aktif melatih panah di kampungnya ini.
Selesai urusan bambu, Sumarno juga harus teliti memilih kayu. Bagian handle (pegangan) pada busur panah seluruhnya menggunakan kayu sonokeling. Kayu ini dinilai kuat dan memiliki serat yang khas.
Selain dari negeri sendiri, Sumarno mengaku masih mengimpor bahan baku berupa benang dan knock (ujung belakang panah) dari Amerika Serikat. Sementara bulu untuk anak panah yang dulunya diimpor sekarang dibuat dari bulu entok yang mudah didapatkan di daerahnya.
Satu set peralatan panah buatan Sumarno, terdiri dari alat panah, stabilizer, visil (alat bidik), serta satu lusin anak panah, dihargai Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta. Harga itu dianggap sepadan mengingat mahalnya bahan baku serta proses pembuatan yang tergolong rumit dan butuh ketelitian tinggi.
Sumarno sudah menggeluti pembuatan panah ini sejak 1960-an. Awalnya dia belajar dari ayahnya, Suratno Prawiro Wijoyo, yang juga membuat alat panah. Sumarno makin giat membuat alat panah setelah dia menjadi atlet panahan Jawa Tengah pada PON VIII tahun 1973 di Jakarta.
Sejak tahun 1980-an Sumarmo terpilih menjadi pelatih tim Jateng hingga PON XV 2000 di Surabaya. Selesai PON XV Sumarno memutuskan berhenti melatih karena memilih menekuni membuat alat panah.
Darah panah Sumarno ternyata mengalir ke anak-anaknya. Meski tidak menjadi atlet karena bekerja menjadi polisi, dua anaknya juga lihai bermain panah. Bahkan, salah satu keponakannya, Sri Handayani, kini menjadi atlet panah andalan Jawa Tengah.
Sumarno merasa hidupnya memang untuk panah. Meski kini tidak menjadi atlet, setidaknya panah buatannya masih tetap ada di setiap ajang PON. Salah satunya alat panah yang digunakan Sri Handayani pada PON XVII tahun lalu.
Teks dan foto-foto: Heru Sri Kumoro
www.kompas.com

4 komentar:

  1. Kampung Dawung Wetan tempat tinggal Pak Sumarno ada yang tau ancer2nya Solo sebelah mana tidak ya ? Maturnuwun...

    BalasHapus
  2. Minta tolong nomor telpon Pak Sumarno pengrajin peralatan Panahan ? ada yang tau ! Trims S.Pani

    BalasHapus
  3. No ponsel Pak Sumarno = 081329352640

    BalasHapus
  4. Pak sumarno gmn dgn pesanan saya sdh dikrm blm?

    BalasHapus